BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang memiliki
ratusan plural kebudayaan yang tersebar hampir
diseluruh penjuru bangsa. Dalam hal ini, kita akan membahas dan memahami
adanya pluralitas budaya yang bermacam-macam. Namun yang harus kita ketahui,
pluralitas kebudayaan juga terkadang menjadi konflik karena kesalahpahaman. Oleh
sebab itu keutuhan bangsa harus tetap dijaga dan dibina dengan baik.
Dan juga kita sebagai bangsa Indonesia harus
tahu lebih awal dampak positif ataupun negatif dari keberagaman budaya di
Indonesia. Kebudayaan merupakan sesuatu yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,
seni, kesusilaan, hukum, adat-istiadat, kesanggupan, serta kebiyasaan lainnya
yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini, kita akan membahas masalah-masalah :
·
Apa yang dimaksud dengan pluralitas?
·
Apa saja struktur pluralitas?
·
Makna Pluralisme dan Pluralistik ?
·
Mengapa Pluralisme sebagai akar Masalah terjadinya Konflik ?
·
Apa pengertian pluralitas Agama, Budaya, Suku Bangsa, dan
Pekerjaan?
·
Apa saja perbedaan agama,budaya, Suku Bangsa, dan Pekerjaan?
·
Apa saja dampak positif dan negative pluralitas Agama, Budaya,
Suku Bangsa, dan Pekerjaan?
1.3 Tujuan Dan
Manfaat Penulisan Makalah
Dalam tujuan pembuatan makalah ini di
maksudkan untuk memnjawab pokok permasalahan pada pembahasan rumusan masalah
diatas. Makalah ini juga bermanfaat bagi kita semua, karena dengan adanya
makalah ini, kita semua dapat belajar bersama tentang topik pluralisme.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pluralitas
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai
masyarakat yang religius. Beberapa agama dan kepercayaan dapat ditemukan di
berbagai wilayah Indonesia. Indonesia
juga memiliki banyak suku bangsa. Itulah sebabnya Indonesia kaya dengan
budaya atau adat isitiadat. Kondisi geografis dan sosial Indonesia juga
memengaruhi berbagai kegiatan ekonomi masyarakat. Karena itu dapat ditemukan
berbagai pekerjaan masyarakat Indonesia di berbagai tempat. Kekayaan dan
keanekaragaman masyarakat Indonesia baik suku, agama, ras, pekerjaan dan lain-lain menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia itu bersifat plural.
Kata
“plural” berasal dari Bahasa Inggris yang artinya “jamak”, sedangkan
“pluralitas” berarti “kemajemukan”.
Pluralitas masyarakat Indonesia memiliki
arti yang sama dengan kemajemukan masyarakat Indonesia. Selain istilah
pluralitas, istilah lain yang berhubungan dengan keragaman, yakni
multikultural. multikultural berasal dari kata multi yang berarti banyak (lebih
dari dua) dan culture yang berarti kebudayaan. Masyarakat multikultural
adalalah masyarakat yang memiliki banyak (lebih dari dua) kebudayaan.
Masyarakat multikultural tersusun atas berbagai budaya yang menjadi sumber
nilai bagi terpeliharanya kestabilan kehidupan masyarakat pendukungnya.
Keragaman budaya tersebut berfungsi untuk mempertahankan identitas dan
integrasi sosial masyarakatnya.
2.2 Struktur Pluralitas
Struktur masyarakat Indonesia ditandai
oleh dua cirinya yaitu secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal, ia
ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan
perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat serta
perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal struktur Indonesia ditandai
oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah
yang cukup tajam.
Perbedaan-perbedaan suku bangsa,
perbedaan-perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut sebagai ciri
masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Menurut Furnival, suatu masyarakat
majemuk (Plural Society) yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau
lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di
dalam suatu kesatuan politik.
Sebagai masyarakat majemuk masyarakat
Indonesia disebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis dimana mereka
yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras.
Di dalam kehidupan politik, tanda paling
jelas dari masyarakat indonesia yang bersifat majemuk itu adalah tidak adanya
kehendak bersama (Common Will).
Menurut Van den Berghe ada beberapa karakteristik sebagai sifat-sifat dasar
dari suatu masyarakat majemuk yakni:
·
Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok yang sering kali
memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
·
Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam
lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer.
·
Secara relative seing kali mengalami konflik-konflik di antara
kelompok yang satu dengan yang lain.
·
Secara relative integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
Suatu masyarakat majemuk tidak dapat
disamakan dengan masyarakat yang memiliki unit-unit kekeraatan. Akan tetapi
sekaligus juga tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki
diferensiasi yang tinggi. Suatu masyarakat yang terbagi-bagi kedalam berbagai
kelompok berdasarkan garis keturunan, akan tetapi memiliki struktur kelembagaan
yang berrsifat homogeneus.
Di dalam arti yang demikian itulah, maka
masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bersifat majemuk. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan pluralitas masyarakat Indonesia yang demikian terjadi:
Keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia kurang lebih 12.637 pulau yang
tersebar di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari timur ke
barat dan lebih 1000 mil dari utara ke selatan, merupakan faktor yang sangat
besar pengaruhnya terhadap terciptanya suku bangsa Indonesia.
2.3 Makna Pluralisme Dan
Pluralistik
Makna Pluralisme
Pluralisme
berasal dari kata plural yang berarti banyak, adalah suatu faham yang mengakui
bahwa terdapat berbagai faham atau entitas yang tidak tergantung yang satu dari
yang lain. Masing-masing faham atau entitas berdiri sendiri tidak terikat satu
sama lain, sehingga tidak perlu adanya substansi pengganti yang mensubstitusi
faham-faham atau berbagai entitas tersebut. Salah satu contoh misal di
Indonesia terdapat ratusan suku bangsa. Menurut faham pluralisme setiap suku
bangsa dibiarkan berdiri sendiri lepas yang satu dari yang lain, tidak perlu
adanya substansi lain, misal yang namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi
suku-suku bangsa tersebut.
Faham pluralisme melahirkan faham
individualisme yang mengakui bahwa setiap individu berdiri sendiri lepas dari
individu yang lain. Faham individualisme ini mengakui adanya perbedaan
individual atau yang biasa disebut individual differences. Setiap individu
memiliki cirinya masing-masing yang harus dihormati dan dihargai seperti apa
adanya. Faham individualisme ini yang melahirkan faham liberalisme, bahwa
manusia terlahir di dunia dikaruniai kebebasan. Hanya dengan kebebasan ini maka
harkat dan martabat individu dapat didudukkan dengan semestinya. Trilogi faham
pluralisme, individualisme dan liberalisme inilah yang melahirkan sistem
demokrasi dalam sistem pemerintahan utamanya di Negara Barat.
Makna Pluralistik
Pluralitas adalah sifat atau kualitas
yang menggambarkan keanekaragaman; suatu pengakuan bahwa alam semesta tercipta
dalam keaneka ragaman. Sebagai contoh bangsa
Indonesia
mengakui bahwa Negara-bangsa Indonesia bersifat pluralistik, beraneka ragam
ditinjau dari suku-bangsanya, adat budayanya, bahasa ibunya, agama yang
dipeluknya, dan sebagainya. Hal ini merupakan suatu kenyataan atau keniscayaan
dalam kehidupan bangsa Indonesia. Keaneka ragaman ini harus didudukkan secara
proporsional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus dinilai sebagai
asset bangsa, bukan sebagai faktor penghalang kemajuan. Perlu kita cermati
bahwa pluralitas ini merupakan sunnatullah.
Pola sikap bangsa Indonesia dalam
menghadapi keaneka-ragaman ini berdasar pada suatu sesanti atau adagium
“Bhinneka Tunggal Ika,” yang bermakna beraneka tetapi satu, yang hampir sama
dengan motto yang dipegang oleh bangsa
Amerika, yakni “e pluribus unum.” Sesanti ini berasal dari karya mPu Tantular,
yang terdapat dalam kakawin Sutasoma pada abad 14, dan telah dikukuhkan menjadi
semboyan dalam Lambang Negara yang tercantum dalam Perubahan UUD 1945 dan
tertera dalam pasal 36a. Dalam menerapkan pluralitas dalam kehidupan, bangsa
Indonesia mengacu pada prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa
yang diutamakan adalah kepentingan bangsa bukan kepentingan individu, berikut
frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa;
Bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia, supaya
rakyat dapat berkehidupan kebangsaan yang bebas;
Bahwa salah satu misi Negara-bangsa Indonesia adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa;
Bahwa salah satu dasar Negara Indonesia adalah Persatuan Indonesia,
yang tiada lain merupakan wawasan kebangsaan.
Bahwa yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara-bangsa
Indonesia adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari frase-frase yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas bahwa prinsip kebangsaan mewarnai kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Istilah individu atau konsep
individualisme tidak terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain bahwa
pluralistik yang diterapkan di Indonesia tidak berdasar pada individualisme dan
liberalisme.
Pluralitas atau pluralistik tidak
merupakan suatu faham, isme atau keyakinan yang bersifat mutlak. Untuk itu
tidak perlu dikembangkan ritual-ritual tertentu seperti halnya agama.
Pluralistik yang diambil oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu prinsip dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
Pluralistik
mengandung pengertian bahwa dalam kehidupan bersama dilandasi oleh sikap
inklusif, yang bermakna bahwa dalam berhubungan dengan pihak lain tidak
bersikap menang-nya sendiri, bahwa pendapatnya tidak mesti yang paling benar,
tidak meremehkan pendapat pihak lain.
Sikap
pluralistik tidak bersifat sektarian dan eksklusif yang terlalu membanggakan
kelompoknya sendiri dan tidak memperhitungkan kelompok lain. Sebagai akibat
berkembang sikap curiga, cemburu dan berlangsung persaingan yang kurang sehat.
Sikap
pluralistik tidak bersifat formalistik belaka, yang hanya menunjukkan perilaku
semu. Sikap pluralistik dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai dan
saling hormat menghormati. Bahkan harus didasari oleh rasa kasih sayang
sehingga dapat mempersatukan keanekaragaman dalam kerukunan.
Sikap
pluralistik mengarah pada tindakan konvergen bukan divergen. Sikap pluralistik
mencari common denominator atau de grootste gemene deeler dan de kleinste
gemene veelvoud dari keanekaragaman sebagai common platform dalam bersikap dan
bertingkah laku bersama.
Sikap
pluralistik tidak bersifat ekspansif, sehingga lebih mementingkan kualitas dari
pada kuantitas.
Bersikap
toleran, memahami pihak lain serta menghormati dan menghargai pandangan pihak
lain
Sikap
pluralistik tidak menyentuh hal-hal yang bersifat sensitif pada pihak lain.
Sikap
pluralistik bersifat akomodatif dilandasi oleh kedewasaan dan pengendalian diri
secara prima. Sikap pluralistik bersifat sportif, berani mengakui keunggulan
dan kelemahan diri dan mitra kerja atau mitra bertanding.
Sikap
pluralistik menghindari sikap ekstrimitas, mengmbangkan sikap moderat,
berimbang dan proporsional.
2.4 Pluralisme Sebagai
Akar Masalah Terjadinya Konflik
Pluralisme tidak dapat dilepaskan dari
faham penyerta yakni individualisme dan liberalisme. Individualisme adalah
faham yang terlalu mengagungkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan
golongan. Sedang liberalisme memuja kebebasan dengan menerapkan prinsip
persaingan yang bebas. Penerapan kedua faham tersebut tanpa kendali pasti akan
memicu terjadinya perebutan kepentingan yang bermuara pada konflik.
Pertentangan atau konflik dapat terjadi
antar individu, antara individu dengan kelompok, antar kelompok, maupun antara
individu, kelompok dan negara-bangsa, maupun antara kepentingan pemerintah
pusat dan daerah.
Meskipun demikian bila kita telaah lebih
dalam akar masalah terjadinya konflik adalah perilaku yang kurang adil yang
memicu ketidak puasan masyarakat, atau sebagian masyarakat yang bermuara pada
konflik. Sebagai contoh misalnya mengenai Undang-undang tentang pornografi,
terjadi perbedaan kepentingan antara individu, kelompok tertentu dan
negara-bangsa, sehingga pada waktu penyusunan undang-undang tentang pornografi
mengalami situasi konflik yang berkepanjangan. Masing-masing pihak
berargumentasi sesuai dengan kepentingannya. Dalam mencari solusi mengenai
konflik semacam ini maka perlu adanya suatu acuan baku. Misal bahwa segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia harus merupakan
penjabaran dari prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Segala perturan perundang-undangan diterbitkan demi kepentingan seluruh rakyat,
bukan kepentingan sekelompok masyarakat. Inilah acuan kritik terhadap segala
produk hukum yang berlaku di Indonesia.
Salah satu contoh banyak Peraturan
Daerah yang menyimpang dari prinsip yang terkandung dalam Pancasila, misal
bernuansa keagamaan tertentu atau kedaerahan tertentu. yang harus diluruskan.
Sementara itu prinsip bhinneka tunggal ika harus diacu dalam menetapkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang sangat pluralistik.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No.10 tahun 2004,
bahwa setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia di
antaranhya harus berdasar:
Asas
kebangsaan, bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
sifat Negara yang berbhinneka tunggal ika, pluralistik dalam kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Asas
bhinneka tunggal ika, bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, golongan, kondisi khusus daerah,
dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perlu kita cermati bahwa Ketuhanan Yang
Maha Esa bukan agama, apalagi suatu agama tertentu. Ketuhaan Yang Maha Esa
adalah suatu konsep religiositas yang mengakui adanya zat gaib tertentu yang
diibadati masyarakat sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Pancasila
berpandangan bahwa Tuhan adalah sebagai prima
causa , sebagai pencipta segala alam semesta, pemelihara dan pengatur alam
semesta, menyantuni segala keperluan ciptaanNya. Maka manusia wajib bertakwa
dan beribadah kepada Tuhan. Manusia wajib mensyukuri segala nikmat karunia
Tuhan dan menyabari segala ujianNya. Religiositas Pancasila terjabar dalam
prinsip “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Adapun prinsip yang terkandung dalam
Pancasila ialah:
Pengakuan adanya berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa;
Setiap individu bebas memeluk agamanya dan kepercayaannya;
Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada pihak lain;
Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing;
Saling hormat-menghormati antar pemeluk agama dan kepercayaan;
Saling menghargai terhadap keyakinan yang dianut oleh pihak lain;
Beribadat sesuai dengan keyakinan agama yang dipeluknya, tanpa
mengganggu kebebasan beribadat bagi pemeluk keyakinan lain;
Dalam melaksanakan peribadatan tidak mengganggu ketenangan dan
ketertiban umum.
2.5 Pluralitas agama, Budaya, Suku Bangsa, dan
Pekerjaan
Pengertian Pluralitas
agama, Budaya, Suku Bangsa, dan Pekerjaan
Pengertian
Pluralitas Agama
Pluralisme Agama (Religious Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian
agama-agama. Sebagai ‘terminologi khusus’, istilah
ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan dengan makna istilah ‘toleransi’, ‘saling menghormati’
(mutual respect), dan sebagainya.
Sebagai satu paham (isme), yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada, istilah ‘Pluralisme
Agama’ telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam studi
agama agama (religious studies).
Pengertian
Pluralitas Budaya
Pluralitas budaya sering disamakan
dengan istilah multikulturalisme, dua istilah tersebut memang memiliki makna
yang mirip.Akan tetapi, multikulturalisme merupakan paham atau ideology yang
menganjurkan masyarakat untuk menerima dan menganggap keanekaragaman budaya
adalah hal yang ada dalam suatu wilayah.Ada pula istilah pluralitas kebudayaan.
Menurut Koentjaraningrat, pluralism kebudayaan adalah dua macam tradisi
kebudayaan atau lebih yang membagi
masyarakat kedalam golongan sosial yang berbeda-beda.
Menurut E. B. Y. Tylor kebudayaan
merupakan sesuatu yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan,
hukum adat istiadat kesanggupan, serta kebiasaannya, maka dengan adanya
pluralitas budaya dalam suatu negara diperlukan nilai dan norma budaya untuk
mengatur unsur-unsur yang mencakup dalam kebudayaan tersebut.
Pengertian
Pluralitas Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan sosial
yang dibedakan dari golongan-golongan sosial lainnya, karena mempunyai
ciri-ciri yang paling mendasar dan umum yang berkaitan dengan asal usul, tempat
asal, serta kebudayaannya.
Suku bangsa merupakan suatu golongan manusia yang terikat oleh
kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan.
Suku bangsa merupakan gabungan sosial yang dibedakan dari
golongan-golongan sosial karena mempunyai ciri-ciri paling mendasar dan umum
berkaitan dengan asal usul dan tempat asal serta kebudayaan.
Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa berarti sekelompok manusia
yang memiliki kesatuan budaya dan terikat oleh kesadaran dan identitas
tersebut. Kesadaran dan identitas biasanya dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
Pengertian Pluralitas Pekerjaan
Salah satu ciri khas masyarakat
modern dan kelompok sosial dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam
ilmu pengetahuan,masyarakat ,perkembangan ekonomi.
Perbedaan
Pluralitas agama, Budaya, Suku Bangsa, dan Pekerjaan
Perbedaan Pluralitas Agama
Masyarakat Indonesia menganut
berbagai agama. Terdapat enam agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia,
yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu.
Meskipun terdapat perbedaan agama kita hendaknya saling menghargai dan
menghormati antar pemeluknya.
a) Agama Islam
Terdapat tiga teori mengenai proses
masuknya agama Islam ke Indonesia. Yaitu teori Mekkah, Persia dan Gujarat.
Menurut teori Mekkah, Islam dibawa ke Indonesia sekitar abad ke-7 oleh para
pedagang arab. Berdasarkan teori ini, bukti yang mendukung adalah adanya
permukiman Islam tahun 674 masehi di Baros, pantai sebelah barat Sumatera.
Adapun menurut teori Persia, Islam
dibawa masuk ke Indonesia oleh orang-orang Persia sekitar abad 13. Menurut
teori Gujarat, Islam dibawa ke Indonesia oleh pedagang Islam Gujarat, India,
sekitar abad 13. Berdasarkan teori ini, buktinya adalah batu nisan Sultan Malik
al-Shaleh (sultan Samudra Pasai) yang bercorak Gujarat dan tulisan Marcopolo
yang menyatakan bahwa ia mendapati banyak
penduduk di Perlak (Peureula), Aceh Timur, yang beragama Islam serta
peran pedagang India dalam penyebaran
agama tersebut. Pemeluk agama Islam pada tahun 2010 tercatat sebanyak 207,2
juta jiwa atau 87,2% dari seluruh
penduduk Indonesia. Banyaknya agama Islam di Indonesia tidak lepas dari
keberadaan kerajaan-kerajaan islam terdahulu. Adapun sejumlah hari besar yang
dimiliki oleh umat islam yakni :
Idulfitri
Iduladha
Tahun baru Islam pada tanggal 1 Muharam
Isra Mi’raj
Maulid Nabi
b) Agama Hindu
Menurut catatan sejarah, agama Hindu
sudah masuk ke Indonesia sejak sebelum abad ke- 5 masehi. Hal ini diperkuat
dengan ditemukannya prasasti Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Agama Hindu
berasal dari India. Terdapat 4 teori mengenai masuknya agama Hindu ke
Indonesia, yaitu teori Brahmana, Ksatria, Waisya dan Arus Balik.
Teori Brahmana
Teori ini diungkap oleh Jc.Van Leur. Dia
mengatakan bahwa kebudayaan Hindu India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh
golongan Brahmana. Pendapatnya itu didasarkan pada pengamatan terhadap
sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia,
terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa.
Karena hanya golongan Brahmanalah yang menguasai bahasa dan huruf itu maka
sangat jelas di sini adanya peran Brahmana.
Teori Ksatria
Ada tiga pendapat mengenai proses
penyebaran kebudayaan Hindu yang dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu:
C. C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria yang turut
menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria India ini ada
yang terlibat konflik dalam masalah
perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu
kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai.
Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang kemudian
dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang
dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan
tradisi Hindu kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah
tradisi Hindu dalam kerajaan di Indonesia.
Sama seperti yang diungkap oleh C. C. Berg, Mookerji juga
mengatakan bahwa golongan ksatria dari Inilah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia.
Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi
sebuah kerajaan.
J.L. Moens mencoba menghubungkan proses terbentuknya
kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi
di India pada abad yang sama. Ternyata sekitar abad ke-5, ada di antara para
keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu
kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di
Indonesia.
Teori Waisya
Teori Waisya
dikemukan oleh NJ. Krom. Ia menyebutkan bahwa
proses masuknya kebudayaan Hindu dibawa oleh pedagang India. Para pedagang India yang berdagang di Indonesia
menyesuaikan dengan angin musim. Sambil menunggu perubahan arah angin, mereka
dalam waktu tertentu menetap di Indonesia. Selama para pedagang India tersebut
menetap di Indonesia, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-
perempuan pribumi. Menurut NJ. krom, mulai dari sini pengaruh kebudayaan India
menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Teori Arus Balik
Pendapat ini
menjelaskan peran aktif dari orang-orang Indonesia yang mengembangkan
kebudayaan Hindu di Indonesia. Pendapat mengenai keaktifan orang-orang
Indonesia ini diungkap oleh F.D.K Bosch yang dikenal dengan Teori Arus Balik.
Teori ini menyebutkan bahwa banyak
pemuda Indonesia yang belajar agama Hindu ke India. Setelah memperoleh
ilmu yang banyak, mereka kembali ke Indonesia untuk menyebarkannya. Agama Hindu menyebar ke
berbagai wilayah Indonesia, antara lain Jawa, Sulawesi, Bali dan NTT.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010,
pemeluk agama Hindu sejumlah 4 juta jiwa atau kurang lebih1,7% dari
seluruh penduduk Indonesia. Hari besar
umat Hindu antara lain :
Nyepi
Saraswati
Galungan
c) Agama Buddha
Sama seperti halnya agama Hindu,
agama Buddha juga telah masuk sejak abad ke-5 masehi. Salah satu berita tertua
tentang kehadiran agama Buddha di Indonesia berasal dari berita Tiongkok yang
ditulis Fa-Hsien pada tahun 414 masehi. Disebutkan bahwa di kerajaan
Tarumanegara terdapat para pemeluk
Buddha walaupun tidak banyak. Selain itu, terdapat bukti lain yaitu kompleks
percandian Buddha di Batujaya, Karawang, lokasi kerajaan Tarumanegara. Selain
itu, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat studi agama Buddha. Banyak sarjana
Tiongkok dan bangsa Asia Timur yang mempelajari agama Buddha di Sriwijaya.
Agama Buddha menyebar ke berbagai wilayah Indonesia antara lain Sumatera, Jawa
dan Sulawesi. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, pemeluk agama Buddha sebanyak 1,7 juta jiwa
atau 0,72% dari seluruh penduduk
Indonesia. Hari besar umat Buddha antara lain sebagai berikut.
Waisak
Asadha
d) Agama Konghucu
Agama Konghucu diperkirakan masuk ke
Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Terdapat klenteng-klenteng sebagai tempat
ibadat umat Konghucu yang sudah ada di beberapa tempat Indonesia. Misalnya
Klenteng Hong Tiek Hian di Surabaya yang diduga dibangun pada abad ke-13.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, pemeluk agama Konghucu sebanyak 117,1
ribu jiwa atau 0,05% dari seluruh penduduk Indonesia. Hari besar umat Konghucu antara lain :
Imlek (perayaan tahun baru Konghucu)
Cap Go Meh
e) Agama Kristen Protestan
Pada abad XVI, bangsa Portugis dan kemudian
bangsa Belanda datang ke Indonesia. Maksud kedatangan mereka ke Indonesia
sebenarnya adalah mencari rempah-rempah yang akan mereka perdagangkan di Eropa.
Yang pertama datang ke wilayah Nusantara
ini adalah armada dagang Portugis yang sebelumnya telah merintis jalan melalui
Tanjung Harapan. Kedua bangsa inilah yang memperkenalkan agama Kristen, yaitu
Kristen Katolik dan Kristen Protestan di Indonesia. Pada dasarnya kedua agama
tersebut sama, karena keduanya memiliki kitab suci yang disebut Al-kitab yang
terdiri dari perjanjian Lama dan Perjanjian Baru atau Injil. Akan tetapi
keduanya mempunyai sejarah yang agak berbeda.
Bangsa Belanda memperkenalkan agama
Kristen Protestan untuk pertama kali di
Indonesia. Mula-mula penyebaran itu di arahkan kepada orang yang berada di
sekitar tempat perdagangan rempah-rempah, umumnya di Maluku dan kemudian meluas
ke segala pelosok di tanah air.
Pendeta-pendeta Protestan yang datang
yang datang dari Negeri Belanda pada umumnya bekerja untuk bangsa Belanda,
tetapi kemudian mereka juga mengajarkannya kepada penduduk asli. Dalam
penyiaran ini pemerintah penjajahan
sangat membatasi pekerjaan pengabaran agama kepada penduduk asli, karena takut mengganggu
perdagangan yang mereka laksanakan. Namun, penyebaran agama tidak dapat dan
tidak boleh disamakan dengan kepentingan dagang. Oleh karena itu, meskipun
terdapat hambatan dari pemerintah
penjajah, agama Kristen Protestan berkembang terus. Berdasarkan sensus penduduk
tahun 2010 pemeluk agama Kristen Protestan berjumlah 16,5 juta jiwa atau 6,96% penduduk Indonesia.
Adapun hari besarnya yaitu :
Natal pada tanggal 25 Desember.
Jumat Agung
Paskah
f) Agama Kristen Katolik
Ada pendapat yang menyatakan bahwa
agama ini masuk ke Indonesia tepatnya di Sumatera Utara sekitar abad VIII.
Namun pendapat tersebut belum didikung bukti yang kuat. Bukti yang paling kuat
adalah kedatangan penjajah dari bangsa Portugis dan Spanyol. Berdasarkan sensus
2010 jumlah pemeluknya 6,9 juta jiwa
atau 2,91% dari penduduk Indonesia. Adapun hari
besarnya yaitu :
Natal pada tanggal 25 Desember.
Jumat Agung
Paskah
Perbedaan Pluralitas Budaya
Pluralitas keragaman budaya dapat
dilihat dari berbagai macam budaya yang dimiliki suku bangsa di Indonesia,
contohnya suku Bali memiliki budaya Tarian pendet sebagai ciri khasnya dan suku
jawa tepatnya di Jawa timur memiliki Tarian Remo sebagai ciri khas mereka. Hal
ini dinamakan dengan keragaman budaya.
Perbedaan Pluralitas Suku Bangsa
Pluralitas suku bangsa dapat ditinjau
dan dimaknakan dari berbagai titik pandang. Dalam bahasa Indonesia bisa
diartikan sebagai "faham" yang menunjukkan adanya kemajemukan. Ini
mengacu kepada kenyataan bahwa di dalam hidup ini kita tidak hanya menghadapi
sesuatu yang tunggal. Kenyataan itu lebih dari satu. Maka, pluralitas adalah
status yang memperlihatkan kenyataan bahwa memang lebih dari satu. Asal-usul
pluralisme secara harfiah dapat ditelusuri dalam bahasa Latin: plus, pluris
yang berarti "lebih". Secara filosofis, pluralisme adalah wejangan
yang menekankan bahwa kenyataan terdiri atas kejamakan atau kemajemukan
individu-individu yang berdiri sendiri-sendiri.
Perbedaan Pluralitas Pekerjaan
Salah satu ciri khas masyarakat
modern dan kelompok sosial dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam
ilmu pengetahuan, masyarakat ,perkembangan ekonomi
2.6 Dampak Positif Pluralitas agama, Budaya, Suku Bangsa, dan
Pekerjaan.
Dampak
Positif Agama
mendekatkan diri kepada Tuhan YME
mengajarkan kita kepada kebaikan
hidup lebih tenang
ada arah dan tujuan hidup yang jelas
Dampak
Positif Budaya
Bahas lokal dapat memberikan tambahan istilah bagi bangsa
Indonesia, kearifan budaya local dapat memperkaya strategi pembangunan sesuai
lokasinya, atau teknologi tradisiaonal dapat menjadialternatif bagi
pengembangan dan pemasyarakatan.
Dengan adanya pluralitas budaya, maka kita memahami perasaan
kebersamaan. Adanya perbedaan tidak harus membuat masyarakat berpisah, justru
itu menjadi hal yang dapat dijadikan dasar
untuk bersatu . Paham multikulturalisme merupakan antisifikasi terhadap
bebbagai konflik social dengan latar belakang perbedaan budaya.
Multikulturalisme lebih cenderung sebagai
paham atau ideology yang menganjurkan masyarakat untuk menerima dan
menganggap perbedaan budaya adalah hal yang wajar didalam suatu wilayah.
Multikulturalisme mengajarkan hidup ditengah-tengah perbedaan.
Dampak
Positif suku bangsa
bahasa lokal dapat memberikan, tambahan istilah bagi bahasa
Indonesia
kearifan budaya lokal dapat memperkaya strategi pembangunan sesuai
lokasinya
teknologi tradisional dapat menjadi alternative bagi pengembangan
pemasyarakatan teknologis oleh negara ataupun penanggulangan
bencana alam.
Dampak
Positif Pekerjaan
Mempermudah masyarakat negara lain untuk beradaptasi di negara
lain yang terletak di asia tenggara.
Menambah devisa karena banyak nya budaya yang dimiliki untuk
membuat turis datang ke negara tersebut.
Melatih untuk menghargai perbedaan dan rasa toleransi.
Kita dapat mencontoh kebiasaan baik yang sering dilakukan oleh
suatu suku, agama, dan ras .
Memotivasi anak bangsa untuk tetap menjaga persatuan di tengah
perbedaan .
Membuktikan kepada dunia bahwa indonesia merupakan negara yang
kaya dan beragam.
2.7 Dampak Negatif Pluralitas agama, Budaya, Suku Bangsa, dan
Pekerjaan
Dampak
Negatif Pluralitas Agama
Beberapa kelompok menyalahgunakannya, seperti munculnya organisasi
yang memecah persatuan mengatasnamakan
islam.
Adanya perbedaan pendapat dan pandangan yang berujung perselisihan
karena perbedaan agama dan keyakinan
Timbulnya diskriminasi akibat perbedaan agama
Dampak Negatif Pluralitas Budaya
Dampak negative dari pluralitas budaya di Indonesia , antara lain
adanya sistem nilai dan orientasi relegi yang berbeda dapat memberikan konflik
social antaretnis. Konflik social ini bukanlah bias berkembang menjadi konflik
berdarah dalam skala yang luas dan dpat memakan
korban jiwa ataupun memakan korban harta benda. Misalnya, konflik di
Kalimantan barat, Kalimantan tengah, Ambon, Maluku, atau Poso.
Selain itu juga karena sentimen kesukubangsaan seperti konflik
yang ditujukan kepada orang Cina, sepertipada peristiwa kerusuhan 1998. Konflik
terjadi karena perebutan sumber ekonomi yang sengaja diciptakan dengan
melibatkan sentiment kesukubangsaan.Kehormatan yang dianggap sudah dirusak
dapat membuat seseorang melakukan apasaja untuk membalas rasa sakit hatinya.
Dampak Negatif Pluralitas suku Bangsa
adanya
sistem nilai dan orientasi religis yang berbeda dapat menimbulkan konflik
sosial antara etnik.
Dampak Negatif Pluralitas Pekerjaan
Bagi beberapa kalangan perbedaan menimbulkan perpecahan
Timbulnya kekerasan akibat kurangnya rasa toleransi dan kurangnya
menghargai perbedaan.
Timbul persaingan
Munculnya rasisme (membe0bedakan antar golongan)
Munculnya egoisme
Timbulnya individualisme
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat kami simpulkan
bahwa pluralisme adalah suatu penghormatan dan sikap toleransi terhadap
kelompok-kelompok yang lain dan multikulturalisme adalah keberagaman kebudayaan
dan suku bangsa di Indonesia.Pluralisme atau multikulturalisme keduanya
mempunyai tujuan yang tidak jauh berbeda yaitu menghormati orang lain dengan
budaya, agama, ras, dan adat istiadat mereka masing-masing.
Dari makalah ini dapat penulis
simpulkan bahwasanya pluralisme dan multikulturalisme mempunyai tujuan yang
tidak jauh berbeda, ialah sikap toleransi terhadap kelompok-kelompok yang
berbeda keyakinan dengan kita. Baik dari segi agama, budaya, suku, ras, adat
istiadat mereka masing-masing.
3.2 Saran
Bangsa Indonesia saat ini sedang
membutuhkan eksestensi Pancasila. Hal itu muncul ketika disintegrasi bangsa
begitu kuatnya menghantam Indonesia.
Dan hanya
dengan mengembangkan ideologi Pancasila-lah persatuan dan kesatuan bangsa ini
kembali direkatkan. Untuk itulah perlunya dilakukan kembali sosialisasi
Pancasila. Pancasila harus kembali menjadi dasar kebijakan dari pemimpin.
Karena hanya Pancasila-lah satu-satunya konsep unggul pemersatu bangsa.
Untuk
itulah, dalam arus perubahan yang berjalan sangat cepat ini, nilai-nilai luhur
Pancasila harus terus menerus direvitalisasi, agar selalu sesuai dengan
tuntutan zaman, agar dapat menjadi pemandu perilaku dan aktivitas semua elemen
bangsa.
Komentar
Posting Komentar