BUDI DAYA UBI UNGU

Ubi ungu saat ini tengah menjadi komoditas yang naik daun di pasar tradisional maupun swalayan. Bagaimana tidak, ubi yang termasuk primadona diantara jenis-jenis ubi ini diminati konsumen karena memiliki komposisi gizi yang lengkap serta memiliki fungsi fisiologis bagi kesehatan tubuh. Warna ungu kehitam-hitaman dalam ubi merupakan pigmen penting yang mengandung senyawa antisianin, dimana senyawa ini mampu berfungsi sebagai antioksidan, antikanker, antibakteri, serta perlindungan buat hati. Keunggulan ubi ungu tak hanya itu, karena ubi jenis ini ternyata memiliki produktivitas yang tinggi dan cenderung di atas ubi putih.
Menurut beberapa sumber, kandungan antisianin yang ada di ubi jenis ini memiliki stabilitas yang cukup baik dibanding dengan kandungan antisianin dari tanaman lain. Karena inilah, maka banyak masyarakat yang mencari ubi jenis ungu untuk camilan sehat keluarga. Selain masyarakat, beberapa industri makanan dan minuman mulai menyerap komoditas ini untuk bahan pembuatan makanan ataupun minuman. Salah satu produk olahan paling populer dari ubi ungu ini makanan adalah ice cream, maupun keripik ubi ungu.
Jika dibanding dengan jenis lainnya, terutama jenis ubi putih, jenis ungu lebih mudah terserap pasar. Selain itu, ubi ungu juga memiliki harga yang lebih tinggi dibanding dengan ubi putih. Tak hanya itu, keunggulan lain ubi ini adalah tingkat produktivitas yang jauh lebih baik.


Lokasi Ideal Budidaya Ubi Ungu
Ubi ungu yang merupakan salah satu jenis ubi jalar sangat cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 0 – 500 mdpl, dan harus mendapat cahaya matahari 11 – 12 jam perhari. Suhu ideal untuk perkembangan ubi ini antara 21 – 27’ Celcius. Sedangkan pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk adalah pada musim kering atau kemarau.
Cara Penanaman Ubi Ungu
Setelah lahan dan bibit siap, maka proses selanjutnya adalah penanaman. Bibit ubi ungu dibenamkan 2/3 ke tanah. Sebaiknya dalam satu bedengan, dibatasi hanya 2 baris tanaman, agar proses perawatan dan pemanenan mudah. Sedangkan jarak tanam dalam satu baris idealnya 30 cm.  Tahap selanjutnya tinggal perawatan saja.
“Pupuk yang saya gunakan, biasanya campuran antara organic dan urea atau ZA. Ke depan, pengembangan yang ingin saya lakukan adalah membuat ubi ungu dengan full organic. Dimana pupuk yang digunakan hanya organic, yaitu pupuk kandang, karena kebetulan di daerah poncol sendiri juga merupakan sentra budidaya pengemukan sapi limosin.” Ujarnya.
Cara Perawatan Budidaya Ubi Ungu
Membudidayakan ubi ungu cukup mudah. Hal pertama yang meski disiapkan adalah lahan dan bibit ubi. Tanah yang cocok untuk budidaya ubi ungu yaitu tanah lempung berpasir, gembur, dan banyak mengandung unsur hara. Selain itu, tanahnya juga memiliki drainase yang baik. Jika ubi ditanam di daerah dataran rendah yang kering, hasil yang didapat biasanya kurang maksimal, karena imun ubi ungu ini akan menurun.
Ubi ungu merupakan tanaman jalar yang tahan terhadap kekeringan. Karena inilah untuk perawatan tidak perlu intensif, seperti penyiraman dan lain sebagainya. Perawatan yang diperlukan hanyalah pengecekan tanaman yang gagal pada usia 3 minggu setelah proses penanaman bibit. Jika ada bibit yang mati, dianjurkan untuk segera mengganti bibit tersebut dengan yang baru. Pada usia 2 bulan, biasanya dilakukan pemupukan terhadap tanaman ubi ungu.
Sedangkan untuk pembibitannya, menggunakan system vegetatif dengan cara stek. Bibit yang bagus bisa diambilkan dari tanaman yang sudah berumur diatas dua bulan. Sedangkan ruas tanaman yang diambil, disarankan untuk mengambil ujung atau pangkal tanaman dengan cara memotong sepanjang 15 – 25 cm. Untuk mengurangi penguapan, sebaiknya hanya diikutkan dua ruas batang atau daun.
Cara mengatasi Hama Dalam Budidaya Ubi Ungu
Kendala yang kerap menghinggapi para petani ubi ungu adalah serangan hama dan ulat daun. Jika hama tersebut menyerang tanaman ubi ketika umur masih muda, maka diperlukan penanganan secepatnya. Namun, jika menyerang saat usia ubi sudah hampir panen, maka bisa  diabaikan saja. Kondisi ubi yang sudah tua, memiliki kekebalan sendiri sehingga sulit ditembus oleh hama.
Hama yang menyerang ubi jalar yang terbanyak adalah hama C. formicarius dan diikuti oleh hama ulat grayak dan hama lainnya yang tidak diketahui jenisnya, diketahui pada minggu ke 0 tidak terdapat adanya hama yang berada pada umbinamun pada minggu pertama mulai awal pengamatan mulai terdapat serangan hama yaitu serangan C. formicarius dan ulat grayak yang dapat mengakibatkan kerusakan dan apabila terus menerus akan mengakibatkan kerusakan yang sangat fatal pada ubi jalar. Diketahui bahwa hanya perlakuan satu yang terdapat serangan C. formicarius hal ini mungkin disebabkan pada umbi yang berada pada perlakuan satu saja yang mengandung C. formicarius dan pada perlakuan lain tidak terdapat adanya hama C. formicarius dan hama-hama lainnya hal ,ini membuktikan bahwa C. formicarius masih dapat berkembang pada umbi yang telah di hinggapinya.
Kemudian pada minggu berikutnya yaitu minggu ke 2 hama C. formicarius mengalami perkembangan yaitu jumlahnya bertambah,hal ini mungkin larfa yang masih berada dalam umbi telah menjadi imago (C. formicarius). namun untuk ulat grayaknya sudah tidak ada,hal ini mungkin ulat grayak itu mati karena tidak tahan berada di dalam ubi,karena perlakuan yang dilakukan ubi yaitu dengan menempatkan ubi ke dalam kotak plastic, dan ulat grayak tidak tahan terhadap kondisi seperti itu.
Kemudian pada minggu berikutnya yaitu pada minggu ke 3 hama yang masih tinggal adalah C. formicarius dan jumlahnya masih tetap dan sama dengan minggu sebelumnya yaitu berjumlah 2, namun pada perlakuan 2 terdapat hama yang tidak diketahui jenisnya, dengan cirri-ciri seperti kutu dan mempunyai tanduk kecil di bagian kepalanya, mungkin bisa di gambarkan seperti kumbang yang menyerang pada beras.
Hama yang paling banyak menyerang ubi jalar adalah hama C. formicarius yang dapat mengakibatkan kerusakan pada ubi jalar akibat dari sarangan C. formicarius dapat mengakibatkan ubi jalar sudah tidak dapat di konsumsi dan hal ini sudah terbukti dari beberapa sumber yaitu diantaranya Hasil pengujian laboratorium di Jepang menunjukkan bahwa akar tanaman ubi jalar yang terserang kumbang C.formicarius selama 24 jam akan menghasilkan terpene phytoalexins. Diduga enzim pektolitik yang terdapat pada kumbang C. formicarius adalah terpen (Sato et al. 1982). Selanjutnya dinyatakan bahwa sisa gerekan di dalam batang menyebabkan malformasi, penebalan, dan patahnya batang rambat serta daun menjadi hijau pucat. Supriyatin (2001) mengemukakan bahwa warna jaringan di sekitar lubang gerekan pada umbi akan berubah menjadi lebih gelap dan membusuk, sehingga umbi tidak layak dikonsumsi karena rasanya pahit. Bila dikonsumsi umbi tersebut akan merangsang pembentukan senyawa toksik yang dapat mempengaruhi kerja hati dan paru-paru manusia (Supriatin 2001).
Dari pernyataan tersebut maka perlu adanya tindakan untuk mencegah terjadinya serangan yang dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal dan dapat merugikan petani dan juga merudak kesehatan bagi yang telah mengkonsumsinya tindakan yang dilakukan adalah dengan dua cara yaitu tindakan secara prefentif dan tindakan secara kuratif. Dimana tindakan-tindakan tersebut sangat membantu untuk mengurangi atau meminimalisir tingkat serangan yang bisa terjadi. Tindakan secara prefentif adalah tindakan-tindakan yang dilakukan sebelum terkadi serangan yang bertujuan untuk mencegah adanya serangan yang mungkin bisa masuk,dan tindakan secara kuratif adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadi serangan atau bisa dikatakan tindakan yang dilakukan pada saat ubi mengalami serangan.
Pengendalian menggunakan cara prefentif,yaitu dengan melakukan beberapa cara dengan menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). PHT merupakan pendekatan ekologi dalam pengelolaan agroekosistem. Oleh karena itu, PHT mengutamakan berfungsinya mekanisme pengendalian alami yang secara dinamis dapat menjaga populasi hama tetap berada pada keseimbangan umum yang rendah. Komponen PHT meliputi peng gunaan varietas tahan, teknik bercocok tanam, musuh alami, dan penggunaan pestisida bila diperlukan. CABI (2001) melaporkan bahwa beberapa komponen pengendalian C. formicarius yang telah diteliti meliputi teknik bercocok tanam, pemusnahan inang antara, serta peng- gunaan varietas tahan, musuh alami, dan seks feromon.
Pengendalian menggunakan musuh alami merupakan pengendalian yang cukup efektif. Musuh alami yang berupa pathogen belum banyak diketahui baik jenis maupun perannya. Beberapa jenis pathogen yang menjadi musuh alami C. formicarius adalah jamur, virus, bakteri, protozoa, dan nematoda. Di antara jamur entomopatogenik, Beauveria bassiana adalah yang paling efektif. Mortalitas C. formicarius mencapai 80–90% jika spora B.bassiana diaplikasikan pada tanah steril(Talekar et al. 1989). Capinera (1998) menyatakan bahwa B. bassiana mampu menyebabkan kematian yang besar pada kondisi kelembapan tinggi dan kepadatanC. formicarius yang juga tinggi.
Untuk pengendalian secara kuratif yaitu dengan melakukan pemotongan umbi yang telah terserang dan membuangnya, hal ini merupakan salah satu cara agar serangan yang duakibatkan tidak menyebar ke seluruh bagian umbi dan juga dengan menyortir umbi yang telah terserang dengan mengelompokkan tingkat kerusakannya dengan begitu kita dapat mengetahui mana yang masih bisa di pertahankan, cara ini merupakan cara yang efektif karena melihat adanya tingkat kerusakannya, apabila tidak dilakukan maka akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar,sehingga kerugoiannyapun semakin besar apabila tidak dilakukan.
Marketnya dan Prospek Bisnis Ubi Ungu
Market atau pemasaran ubi ungu ini hingga saat ini masih cukup bagus. Harga perkilo ubi ungu dari petani mencapai 1000 – 1600 per kg. Jika dibanding dengan ubi putih, selisih harganya masih lebih tinggi ubi ungu.
Kelebihan lain menanam ubi ungu ini, selain produktivitas dan harga yang lebih bagus, ubi jenis ini juga bisa ditanam dengan sistem tumpang sari dengan tanaman lain. Biasanya untuk tanaman pendamping, saya juga menanam buncis dan jagung manis berdampingan dengan tanaman ubi ungu ini. Bagi petani sistem tumpang sari lebih menguntungkan dibanding lahannya hanya ditanami ubi saja.
Waktu pemanenan antara lahan di dataran rendah dan tinggi memiliki perbedaan. Di dataran rendah, ubi ungu umumnya sudah bisa dipanen pada umur 4 bulan, sedangkan di daerah tinggi seperti poncol, pemanen bisa dilakukan setelah 6 bulan. Proses pemanenan ubi dilakukan pada musim kemarau, karena jika ubi terkena air hujan, ubi akan cepat busuk.

Secara umum, jika ubi ungu ini memiliki kondisi yang bagus, dan tidak terserang hama, akan menghasilkan panen antara 25 – 30 ton per hektarnya. Setelah dipanen, ubi kemudian disortir lalu dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di tempat yang kering. Namun, biasanya belum sampai disimpan, ubi sudah didatangi pengepul.

Komentar